Sabtu, 28 Mei 2011

sumber ajaran islam


1. Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1.1. Alqur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
· Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya
· Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid
· Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari
· Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
· Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
· Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
· Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
· Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
· Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
· Hukum munakahat (pernikahan).
· Hukum faraid (waris).
· Hukum jinayat (pidana).
· Hukum hudud (hukuman).
· Hukum jual-beli dan perjanjian.
· Hukum tata Negara/kepemerintahan
· Hukum makanan dan penyembelihan.
· Hukum aqdiyah (pengadilan).
· Hukum jihad (peperangan).
· Hukum dauliyah (antarbangsa).
1.2. Hadist
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
· Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
· Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
· Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
· Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan
2. Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder
2.1. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
· Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
· Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
· Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
· Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
· Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
· Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
· Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.





SUMBER AGAMA DAN
AJARAN ISLAM
Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan musimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran Islam dari dua sumber utamanya yakni Al-Quran dan Al-Hadis dengan rakyu atau akal pikirannya.
Menurut hadis Mu’az bin Jabal (nama sahabat nabi yang diutus Rasulullah ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana) sumber ajaran Islam ada tiga, yakni (1) Al-Quran (Kitabullah), (2) As-Sunnah (kini dihimpun dalam al-Hadis) dan (3) Rakyu atau akala pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya
4.1 Al-Quran : Isi dan Sistematikanya.
Al-Quran adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampai- kan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah.
Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah Ciri-cirinya adalah :

1. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
2. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat –ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).
3. Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.
Kandungan Al-Quran.
Al-Quran sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam hidup baik di dunia dan akhirat, berisi hal-hal antara lain :
1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
2. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.
4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.
5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.

4.2 Al-Hadis : Arti dan Fungsinya.
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :
(1) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
(2) Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
(3) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.
Hadis atau sunnah yang dihimpun kini dalam kitab-kitab hadis (al-Hadis), terdiri dari ucapan (qaul), perbuatan (fi’il) dan sikap diam nabi tanda setuju (taqrir atau sukut). Orang-orang yang mengumpulkan sunnah nabi (dalam kitab-kitab hadis) menyelusuri seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi. Hasilnya di kalangan Sunni terdapat enam kumpulan hadis, yang utama ialah yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim yang mendapat pengakuan di kalangan Sunni (ahlul sunnah wal jama’aah) sebagai sumber ajaran Islam kedua (utama) sesudah kitab suci al-Quran.
Di kalangan Syi’ah juga terjadi proses serupa, tetapi disamping ucapan-ucapan nabi melalui keluarganya, ditambahkan lagi dengan ucapan para Imam Syi’ah yang menjelaskan arti petunjuk nabi itu menjadi bagian kumpulan hadis. Kitab-kitab hadis (al-Hadis), baik di kalangan Sunni maupun Syi’i adalah sumber pengetahuan yang monumental bagi Islam, sekaligus menjadi penafsir dan bagian yang komplementer terhadap al-Quran.

4.3 Rakyu atau Akal Pikiran yang Dilaksanakan dengan Ijtihad.
Menurut ajaran Islam manusia dibekali Allah dengan berbagai perlengkap- an yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan dengan khayalan. Dengan mempergunakan akalnya manusia akan selalu sadar dan dapat memilih jalan yang dilaluinya, membedakan mana yang mutlak mana yang nisbi. Karena manusia bebas menentukan pilihannya, ia dapat dimintai pertanggungan jawab mengenai segala perbuatannya dalam memilih sesuatu.
Perkataan al-’aqal dalam bahasa Arab berarti pikiran dan intelek. Di dalam bahasa Indonesia pengertian itu dijadikan kata majemuk akal pikiran. Perkataan akal dalam bahasa asalnya dipergunakan juga untuk menerangkan sesuatu yang mengikat manusia dengan Tuhan. Akar kata ’aqal mengandung makna ikatan.
Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran Islam. Sumber ajaran Islam ini biasa disebut dengan istilah ar-ra’yu atau sering juga disebut ijtihad. Namun makna ijtihad sendiri sebenarnya adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam Al-Quran dan Al-Hadis. Ia merupakan suatu proses, karena itu ijtihad dapat dilakukan bersama-sama oleh beberapa orang (yang hasilnya menjadi ijma’ atau konsensus dan dapat pula dilakukan oleh orang tertentu yang hasilnya menjadi qiyas atau analogi).
Sebagai hasil ketekunan keilmuwan muslim mempelajari Al-Quran dan Al-Hadis (sebagai sumber utama agama dan ajaran Islam) dan kemampuan mereka mempergunakan akal pikiran atau rakyu melalui ijtihad, mereka telah berhasil menyusun berbagai ilmu dalam ajaran Islam seperti ilmu tauhid atau ilmu kalam yang (kini) sering disebut dengan istilah teologi, ilmu fikih, ilmu tasawuf dan ilmu akhlak. Di samping itu mereka juga telah berhasil menyusun norma-norma dan seperangkat penilaian mengenai perbuatan manusia dalam hidup dan kehidupan, baik dalam hidup pribadi maupun di dalam hidup kemasyarakatan. Sistem penilaian mengenai perbuatan manusia yang diciptakan oleh ilmuwan muslim itu, dalam kepustakaan Indonesia dikenal dengan nama al-khamsah (lima kategori penilaian, lima kaidah atau sering disebut juga lima hukum dalam Islam).
Menurut sistem al-ahkam al-khamsah ada lima kemungkinan penilaian mengenai benda dan perbuatan manusia. Penilaian itu menurut Hazairin mulai dari ja’iz atau mubah atau ibahah. Ja’iz adalah ukuran penilaian atau kaidah kesusilaan (akhlak) pribadi, sunat dan makruh adalah ukuran penilaian bagi hidup kesusilaan (akhlak) masyarakat, wajib dan haram adalah ukuran penilaian atau kaidah atau norma bagi lingkungan hukum duniawi. Kelima kaidah ini berlaku di dalam ruang lingkup keagamaan yang meliputi semua lingkungan itu. Pembagian ke alam ruang lingkup kesusilaan, baik pribadi maupun perseorangan. Ukuran penilaian tingkah laku ini dikenakan bagi perbuatan-perbutan yang sifatnya pribadi yang semata-mata diserahkan kepada pertimbangan dan kemauan orang itu sendii untuk melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar